Mengenai Saya

Foto saya
anak mamapapa yang sedang menuntut ilmu dan akan terus menuntut ilmu hingga negeri Cina ;*

Senin, 28 November 2011

Odontoma Erupsi (Jurnal)


Odontoma Erupsi
Suatu Laporan 3 Kasus dan Tinjauan Literaturnya


Abstrak
Pendahuluan. Odontoma merupakan tumor jinak odontogenik terdiri dari email, dentin, sementum, dan jaringan pulpa. Gejala klinisnya asimptomatik, namun sering berhubungan dengan kelainan erupsi gigi. Pada kasus ini, odontoma mengalami erupsi di dalam mulut. Penelitian terkini melaporkan 3 kasus erupsi odontoma pada rongga mulut dan tinjauannya berdasarkan literatur.
Kasus klinis.
Kasus pertama merupakan kasus pasien perempuan berusia 11 tahun dengan impaksi gigi 46 yang berhubungan dengan massa radioopak dengan diameter 2 cm. Secara histologis di diagnosa bahwa massa tersebut merupakan odontoma kompleks. Tindak lanjut secara klinis dan radiologi dilakukan hingga gigi 46 erupsi secara spontan. Kasus kedua pada pasien pria usia 26 tahun terlihat massa keras, cokelat kekuningan yang terletak di distal molar kedua kiri atas. Pemeriksaan CT menegaskan gambaran lesi radioopak, dan pemeriksaan secara histologis menegaskan bahwa massa tersebut adalah odontoma kompleks. Pasien ketiga laki-laki berusia 27 tahun, terjadi iritasi pada lidah dimana adanya erupsi gigi pada regio lingual inferior. Foto periapikal memperlihatkan lesi radioopak yang berhubungan dengan impaksi 32. Pemeriksaan histologis pada massa ini mengindikasikan lesi compound odontoma.
Diskusi. Erupsi odontoma pada rongga mulut sangat jarang kasus pertama terpublikasikan pada tahun 1980 dan sejak saat itu tercatat 17 kasus dalam literatur. Delapan dari tujuh belas kasus merupakan kompleks odontoma, sisanya merupakan compound odontoma. Nyeri, bengkak, dan infeksi merupakan gejala yang paling sering terjadi, dan 13 kasus dengan impaksi gigi berhubungan dengan lesi tersebut.

Kata kunci : Odontoma, erupsi odontoma, tumor odontogenik, erupsi gigi yang lambat.





1.      Pendahuluan
Odontoma merupakan tumor jinak yang berasal dari odontogenik yang tergabung dari mesenkimal dan elemen-elemen gigi. Secara histologi, terdiri dari jaringan gigi yang berbeda termasuk email, dentin, sementum, dan dalam beberapa kasus termasuk jaringan pulpa. Berdasarkan klasifikasi terbaru dari WHO tahun 2005, odontoma dibagi menjadi 2 jenis yaitu kompleks odontoma dan compound odontoma.
Compound odontoma biasanya terletak di anterior bagian atas maksila, diatas mahkota gigi yang tidak erupsi, atau diantara akar gigi yang erupsi. Lesi biasanya unilokuler dan terdiri dari berbagai radioopak, terlihat seperti miniatur gigi yang disebut dentikel.
Odontoma kompleks biasanya ditemukan pada posterior mandibula, biasanya pada gigi impaksi, dan ukurannya dapat mencapai beberapa sentimeter. Secara radiologi, manifestasi dari lesi ini ialah massa solid yang radioopak dengan adanya elemen-elemen nodular, dan dikelilingi oleh zona radiolusen yang tipis. Lesi bersifat unilokular dan dipisahkan dari tulang oleh garis kortikalisasi. Tidak terlihat struktur seperti gigi.  Secara epidemiologi, odontoma merupakan tumor odontogenik yang paling sering terjadi, dengan insidensi 22-67% dari seluruh tumor pada rahang atas. Lesi ini lebih sering terjadi pada anak-anak dan remaja, dan tidak berbeda jauh insidensinya pada laki-laki dan perempuan.
Secara klinis, lesi yang asimptomatik ini sering dihubungkan dengan perubahan pada erupsi gigi susu dan permanen. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis (foto panoramik dan intraoral), atau dalam mengevaluasi penyebab tertundanya gigi erupsi.
Pengobatan pilihan ialah dengan pengambilan lesi secara bedah pada semua kasus, diikuti dengan pemeriksaan secara histopatologi untuk mengkonfirmasi diagnosa.
Sebuah keadaan yang jarang terjadi ialah erupsi secara spontan odontoma ke dalam rongga mulut, yaitu, tereksposnya tumor melalui mukosa oral. Keadaan ini dapat menyebabkan nyeri, inflamasi pada jaringan lunak sekitar, atau infeksi yang menyebabkan supurasi. Penelitian ini memaparkan tiga orang pasien dengan erupsi odontoma pada mulut, dan dikaji berdasarkan literatur, dengan tujuan untuk mendefinisikan karakteristik utama dari lesi ini.

2.      Kasus Klinis
Kasus 1: seorang gadis berumur 11 tahun dirujuk oleh dokter giginya ke bagian bedah mulut ( Universitas Barcelona, Spanyol) untuk mengevaluasi lesi radioopak pada regio 4 yang disebabkan retensi dan impaksi gigi molar pertama rahang bawah. Pasien dilaporkan menderita nyeri, dan sedikit pembengkakan pada jaringan lunak pada retromolar. Kompilasi dari riwata kasus dan pemeriksaan secara klinis memperlihatkan ulserasi pada regio 4 gigi molar dengan tereksposnya gigi lesi seperti gigi berwarna cokelat kekuningan dan bermassa keras. Pemeriksaan radiologi memperlihatkan adanya impaksi gigi 46, dengan agenesis gigi 47 dan 48. Mahkota gigi 46 teridentifikasi dengan gambaran radioopak disekelilingnya dengan diameter 2cm, dan dapat diklasifikasikan sebagai kompleks odontoma. Diagnosa banding pada lesi radioopak yang terletak di perikorona ialah tumor odontogenik adenomatoid, tumor odontogenik calcifying epithelial, odontoameloblastoma, fibrodentinoma ameloblastik, dan osteoma.
Pengobatannya ialah dengan penghilangan lesi dengan pembedahan, diikuti dengan pemeriksaan histopatologi, untuk mengkonfirmasi diagnosa dari kompleks odontoma tersebut. Relokasi gigi 46 dilakukan pada saat pembedahan. Kontrol klinis dan radiologi diperlukan, dan setelah 8 bulan  gigi molar pertama, ahirnya mencapai bidang oklusal tanpa harus dilakukan perawatan ortodontik.
Gambar 1 . penglihatan secara intra oral yang memperlihatkan erupsi fragmen pada lesi pada regio 47. Pada kasus ini, gigi 46 tidak tampak.
Gambar 2. penglihatan secara intra oral yang memperlihatkan parsial erupsi gigi 27 (cusp mesial) juga terlihat erupsi bagian distal pada lesi.

Kasus 2 : seorang pria 26 tahun tanpa riwayat penyakit datang untuk evaluasi pengambilan gigi molar kedua rahang atas. Pemeriksaan intraoral memperlihatkan tumor pada regio 2. Lesi ini memiliki konsistensi yang keras, berwarna cokelat kekuningan dan berdiameter 10 mm, dengan tampilan yang terkalsifikasi dan permukaan yang ireguler dan berporus. Hal tersebut terkait dengan permukaan distal gigi molar kedua kiri rahang atas, yang erupsi sebagian akibat retensi lesi tersebut. Pemeriksaan pelengkap dibutuhkan (foto panoramik dan periapikal, dan Computed tomography) untuk menentukan lokasi dan luasnya lesi tersebut, dan hubungannya dengan anatomi sekitar. Pada pemeriksaan panoramik dan CT memperlihatkan hubungan yang dekat antara tumor, sinus maksila dan akar gigi molar kedua.
Setelah dilakukan pembedahan dan ekstraksi gigi 27, spesimen tersebut diperiksa secara histopatologi. Secara mikroskopis, tumor terdiri dari kombinasi jaringan gigi seperti email, dentin, sementum, dan pulpa, bersamaan dengan beberapa sel-sel odontoblast, yang membenarkan diagnosa tersebut ialah kompleks odontoma.
Kasus 3 : seorang pria berumur 27 tahun dilaporkan untuk evaluasi pengambilan impaksi gigi insisif lateral bawah, untuk alasan ortodontik. Ada riwayat osteogenesis imperfecta dan kesulitan bernafas yang telah dilakukan pembedahan rhinoseptoplasty pada tahun 2003. Pasien dilaporkan mengalami ketidaknyamanan pada lidah akibat erupsi gigi pada regio 32. Pemeriksaan klinis memperlihatkan erupsi gigi kecil pada bagian lingual, seperti gigi konus supernumerary, antara 31 dan 33. Tidak ada inflamasi, nyeri atau infeksi, eritema atau ulserasi pada mulut atau lidah. Pemeriksaan pelengkap seperti panoramik dan periapikal untuk memeriksa regio tersebut, memperlihatkan impaksi gigi 32 dan berhubungan dengan gambaran radiografi antara 31 dan 33, dan menyebabkan divergensi dari akar. Diagnosis bandingnya ialah fibroodontoma ameloblastik, odontoma, periferal osteoma dan gigi supernumerari. Pengobatannya ialah dengan pembuanagn secara bedah gigi 32 dengan reseksi biopsi lesi tersebut. Potongan tersebut terdiri dari 5 miniatur gigi, dan pemeriksaan secara histopatologis memperlihatkan bahwa lesi tersebut ialah compound odontoma.
Gambar 3. A. penglihatan secara intra oral yang memperlihatkan erupsi pada bagian lingual salh satu dentikel sesuai dengan compound odontoma. B. Foto periapikal yang memperlihatkan impaksi 32 apikal pada erupsi odontoma.

3.      Diskusi
Odontoma merupakan tumor odontogenik yang paling sering terjadi dalam patologi oral. Biasanya asimtomatik dan merupakan penemuan yang tidak disengaja saat pemeriksaan rutin radiologi, terutama pada usia 20-30 tahun-an. Beberapa tanda dan/ atau gejala biasanya adalah terlambatnya erupsi gigi. Ada dua tipe odontoma; odontoma kompleks dan compound odontoma yang paling baru dua kali lebih sering daripada yang pertama. Odontoma compound memperlihatkan predileksi bagian anterior maksila atas, sedangkan odontoma kompleks biasanya ditemukan di region mandibula.
Terapi pilihan adalah pembedahan lesi di setiap kasus, diikuti studi histopatologi untuk meyakinkan diagnosa.
Ini umumnya lesi dalam tulang, walaupun pada kasus tertentu odontoma bisa tiba-tiba erupsi dalam rongga mulut. Kasus pertama erupsi odontoma dijelaskan pada tahun 1980 oleh Rumel et al. dan sejak itu hanya terdapat 17 kasus yang terdokumentasi. Termasuk tiga pasien kami, 12 wanita (60%) dari 20 kasus seri global dan 7 laki-laki (35%). Pada satu kasus, usia dan jenis kelamin pasien tidak dijelaskan. Rata-rata usia pasien 25,35 tahun, sehingga menjelaskan preferensial lesi ini antara dekade kedua dan ketiga kehidupan.
Dari 20 kasus yang erupsi odontoma yang dilaporkan, 9 merupakan odontoma compund dan 11 merupakan odontoma kompleks. Lesi ini biasanya asimtomatik, dan dalam kebanyakan kasus , terkait dengan perubahan permanen atau erupsi gigi sementara.
Insiden ini berkisar dari 41% menurut Katz dalam seri 396 odontomas sampai 87% menurut Tomizawa et al. Tiga kasus dalam penelitian kami, semua menunjukkan erupsi yang tertunda , dan semua odontoma terletak di koronal gigi yang terkena. Impaksi dan / atau  perubahan erupsi terjadi karena odontoma yang menghalangi erupsi gigi. Dari 17 erupsi odontoma yang tersisa sampai sekarang, 9 (12 secara total; 60%) memperlihatkan hubungan gigi yang impaksi.
Tidak ada kesepakatan umum tentang penanganan terbaik untuk gigi impaksi berhubungan dengan odontoma. Pilihan pengobatan terdiri dari ekstraksi bedah, fenestrasi dan traksi ortodontik posterior, atau observasi sederhana dengan kontrol klinis dan radiologis secara periodik, untuk mengevaluasi rangkaian gigi ini. Pada pasien pertama (kasus 1), lesi ini dilakukan pembedahan, dengan reposisi kecil gigi impaksi 46, yang setelah 8 bulan akhirnya mencapai bidang oklusal tanpa membutuhkan traksi ortodontik. Ini mungkin disebabkan oleh adanya kapasitas erupsi dari gigi impaksi pada pasien muda. Pada pasien kedua kami (kasus 2) ekstraksi 27 terbukti diperlukan, karena berkontak dengan odontoma kompleks, dan itu tidak mungkin untuk membiarkan gigi selama operasi pengangkatan tumor. Akhirnya, di pasien ketiga kami (kasus 3), ekstraksi 32 dilakukan, karena terletak sangat dalam dari bidang oklusal, dan terlebih lagi tidak ada cukup ruang untuk mereposisi gigi dalam lengkung gigi melalui relokasi dan / atau bedah ortodontik.
Dari 9 erupsi odontoma terkait dengan gigi impaksi dilaporkan dalam literatur, ekstraksi  gigi dilakukan di empat kasus. Dalam tiga kasus gigi dapat diposisikan dalam lengkung gigi baik spontan atau melalui penestratsi dan traksi ortodontik posterior. Perlakuan yang digunakan dalam dua kasus terakhir tidak diketahui. Pada sebuah studi dari 42 odontomas terkait dengan gigi impaksi, ditemukan 44% dari gigi erupsi secara spontan setelah odontoma diangkat. Sisa gigi diperlukan fenestration untuk menyelesaikan erupsi ke dalam mulut. Hisatomi et al. melaporkan bahwa gigi impaksi cenderung erupsi, terlepas dari tingkat pembentukan akar. Dengan demikian, pengobatan pilihan untuk impaksi gigi terkait odontomas tampaknya dengan pengangkatan lesi dengan membiarkan gigi yang impaksi. Pada giliranya yang terakhir memerlukan tindak lanjut klinis dan radiologis setidaknya satu tahun. Jika tidak ada perubahan dalam posisi gigi selama periode ini, diindikasikan fenestration diikuti
oleh traksi ortodontik.
Ekstraksi harus dilakukan dalam kasus-kasus di mana gigi ektopik
atau heterotopic, dengan perubahan morfologi, atau
adanya lesi kistik.
Terakhir, walaupun odontoma biasanya asimtomatik, erupsi dalam rongga mulut dapat menimbulkan rasa sakit, inflamsi dan infeksi. Satu dari tiga kasus asimtomatik, sedangkan dua lainya dilaporkan terdapat rasa sakit, pembengkakan, dan iritasi lidah. Tanda dan gejala ini mirip dengan yang dilaporkan pada erupsi odontoma. Pada beberapa kasus tercatat asimetri fasial, halitosis, maloklusi, dan infeksi rekuren. Frrer et al melaporkan kasus wanita usia 22 tahun dengan beberapa tahap infeksi berhubungan dengan erupsi odontoma di maksila atas, dengan malaise, demam, nyeri, inflamasi, dan supurasi. Diikuti pengobatan antibiotik spectrum luas (amoxicillin dan asam clavulanic, cindamycin), dilakukan bedah reseksi odontoma bersamaan dengan pengangkatan 27. Setelah itu, manifestasi klinis menghilang.
Berbeda dengan kebanyakan odontomas, kasus di atas menunjukkan bahwa odontomas yang impaksi ke dalam rongga mulut dapat menimbulkan kondisi yang sangat serius-terutama ketika adanya lesi overinfeksi. Kesimpulanya, odontoma jarang erupsi ke dalam rongga mulut dan biasasnya berhubungan dengan impaksi gigi. Disamping sifatnya yang jinak, akan tetapi, erupsi ke dalam rongga mulut dapat menimbulkan rasa sakit, inflamasi, dan infeksi. Perawatan pilihanya adalah pembedahan odontoma, diikuti analisis histologis. Pada kasus odontoma terkait impaksi gigi, yang terakhir harus dipertahankan sampai erupsi spontan, atau diindikasikan penestrasi alternatif diikuti traksi ortodontik.


diadaptasi dari Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2009 Jun 1;14 (6)::E299-303

Gabriel Serra-Serra 1, Leonardo Berini-Aytés 2, Cosme Gay-Escoda 3
1 Resident of the Master of Oral Surgery and Implantology. University of Barcelona Dental School.
2 DDS, MD. Professor of Oral Surgery. Professor of the Master of Oral Surgery and Implantology. Dean of the University of
Barce lona Dental School.
3 DDS, MD, PhD. Chairman of Oral and Maxillofacial Surgery. Director of the Master of Oral Surgery and Implantology. University
of Barcelona Dental School. Oral and maxillofacial surgeon of the Teknon Medical Center, Barcelona (Spain)