Odontoma Erupsi
Suatu Laporan 3 Kasus
dan Tinjauan Literaturnya
Abstrak
Pendahuluan.
Odontoma merupakan tumor jinak odontogenik terdiri dari email, dentin,
sementum, dan jaringan pulpa. Gejala klinisnya asimptomatik, namun sering
berhubungan dengan kelainan erupsi gigi. Pada kasus ini, odontoma mengalami
erupsi di dalam mulut. Penelitian terkini melaporkan 3 kasus erupsi odontoma
pada rongga mulut dan tinjauannya berdasarkan literatur.
Kasus
klinis.
Kasus pertama merupakan kasus
pasien perempuan berusia 11 tahun dengan impaksi gigi 46 yang berhubungan
dengan massa radioopak dengan diameter 2 cm. Secara histologis di diagnosa bahwa massa tersebut
merupakan odontoma kompleks. Tindak lanjut secara klinis dan radiologi
dilakukan hingga
gigi 46 erupsi secara spontan. Kasus kedua pada pasien pria usia 26 tahun
terlihat massa keras, cokelat kekuningan yang terletak di distal molar kedua
kiri atas. Pemeriksaan
CT menegaskan gambaran lesi
radioopak, dan pemeriksaan secara histologis menegaskan bahwa massa tersebut adalah odontoma
kompleks. Pasien ketiga laki-laki berusia 27 tahun, terjadi iritasi pada lidah
dimana adanya erupsi gigi pada regio lingual inferior. Foto periapikal
memperlihatkan lesi radioopak yang berhubungan dengan impaksi 32. Pemeriksaan
histologis
pada massa ini mengindikasikan
lesi
compound odontoma.
Diskusi.
Erupsi odontoma pada rongga mulut sangat jarang kasus pertama terpublikasikan
pada tahun 1980 dan sejak saat itu tercatat 17 kasus dalam literatur. Delapan
dari tujuh belas kasus merupakan kompleks odontoma, sisanya merupakan compound
odontoma. Nyeri, bengkak, dan infeksi merupakan gejala yang paling sering
terjadi, dan 13 kasus dengan impaksi gigi berhubungan dengan lesi tersebut.
Kata
kunci : Odontoma, erupsi odontoma, tumor odontogenik,
erupsi gigi yang lambat.
1. Pendahuluan
Odontoma merupakan tumor jinak yang
berasal dari odontogenik yang tergabung dari mesenkimal dan elemen-elemen gigi.
Secara histologi, terdiri dari jaringan gigi yang berbeda termasuk email,
dentin, sementum, dan dalam beberapa kasus termasuk jaringan pulpa. Berdasarkan
klasifikasi terbaru dari WHO tahun 2005, odontoma dibagi menjadi 2 jenis yaitu
kompleks odontoma dan compound
odontoma.
Compound odontoma biasanya terletak di
anterior bagian atas maksila, diatas mahkota gigi yang tidak erupsi, atau
diantara akar gigi yang erupsi. Lesi biasanya unilokuler dan terdiri dari berbagai
radioopak, terlihat seperti miniatur gigi yang disebut dentikel.
Odontoma kompleks biasanya ditemukan
pada posterior mandibula, biasanya pada gigi impaksi, dan ukurannya dapat
mencapai beberapa sentimeter. Secara radiologi, manifestasi dari lesi ini ialah
massa solid yang radioopak dengan adanya elemen-elemen nodular, dan dikelilingi
oleh zona radiolusen yang tipis. Lesi bersifat unilokular dan dipisahkan dari
tulang oleh garis kortikalisasi. Tidak terlihat struktur seperti gigi. Secara epidemiologi, odontoma merupakan tumor
odontogenik yang paling sering terjadi, dengan insidensi 22-67% dari seluruh
tumor pada rahang atas. Lesi ini lebih sering terjadi pada anak-anak dan
remaja, dan tidak berbeda jauh insidensinya pada laki-laki dan perempuan.
Secara klinis, lesi yang asimptomatik
ini sering dihubungkan dengan perubahan pada erupsi gigi susu dan permanen.
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis (foto panoramik dan
intraoral), atau dalam mengevaluasi penyebab tertundanya gigi erupsi.
Pengobatan pilihan ialah dengan
pengambilan lesi secara bedah pada semua kasus, diikuti dengan pemeriksaan
secara histopatologi untuk mengkonfirmasi diagnosa.
Sebuah keadaan yang jarang terjadi ialah
erupsi secara spontan odontoma ke dalam rongga mulut, yaitu, tereksposnya tumor
melalui mukosa oral. Keadaan ini dapat menyebabkan nyeri, inflamasi pada
jaringan lunak sekitar, atau infeksi yang menyebabkan supurasi. Penelitian ini
memaparkan tiga orang pasien dengan erupsi odontoma pada mulut, dan dikaji
berdasarkan literatur, dengan tujuan untuk mendefinisikan karakteristik utama
dari lesi ini.
2. Kasus Klinis
Kasus 1: seorang gadis berumur 11 tahun
dirujuk oleh dokter giginya ke bagian bedah mulut ( Universitas Barcelona,
Spanyol) untuk mengevaluasi lesi radioopak pada regio 4 yang disebabkan retensi
dan impaksi gigi molar pertama rahang bawah. Pasien dilaporkan menderita nyeri,
dan sedikit pembengkakan pada jaringan lunak pada retromolar. Kompilasi dari
riwata kasus dan pemeriksaan secara klinis memperlihatkan ulserasi pada regio 4
gigi molar dengan tereksposnya gigi lesi seperti gigi berwarna cokelat
kekuningan dan bermassa keras. Pemeriksaan radiologi memperlihatkan adanya
impaksi gigi 46, dengan agenesis gigi 47 dan 48. Mahkota gigi 46 teridentifikasi
dengan gambaran radioopak disekelilingnya dengan diameter 2cm, dan dapat
diklasifikasikan sebagai kompleks odontoma. Diagnosa banding pada lesi
radioopak yang terletak di perikorona ialah tumor odontogenik adenomatoid,
tumor odontogenik calcifying epithelial,
odontoameloblastoma, fibrodentinoma ameloblastik, dan osteoma.
Pengobatannya ialah dengan penghilangan
lesi dengan pembedahan, diikuti dengan pemeriksaan histopatologi, untuk
mengkonfirmasi diagnosa dari kompleks odontoma tersebut. Relokasi gigi 46
dilakukan pada saat pembedahan. Kontrol klinis dan radiologi diperlukan, dan
setelah 8 bulan gigi molar pertama,
ahirnya mencapai bidang oklusal tanpa harus dilakukan perawatan ortodontik.
Gambar 1 . penglihatan secara intra
oral yang memperlihatkan erupsi fragmen pada lesi pada regio 47. Pada kasus
ini, gigi 46 tidak tampak.
Gambar 2. penglihatan secara intra
oral yang memperlihatkan parsial erupsi gigi 27 (cusp mesial) juga terlihat
erupsi bagian distal pada lesi.
Kasus 2 : seorang pria 26 tahun tanpa
riwayat penyakit datang untuk evaluasi pengambilan gigi molar kedua rahang
atas. Pemeriksaan intraoral memperlihatkan tumor pada regio 2. Lesi ini
memiliki konsistensi yang keras, berwarna cokelat kekuningan dan berdiameter 10
mm, dengan tampilan yang terkalsifikasi dan permukaan yang ireguler dan
berporus. Hal tersebut terkait dengan permukaan distal gigi molar kedua kiri
rahang atas, yang erupsi sebagian akibat retensi lesi tersebut. Pemeriksaan
pelengkap dibutuhkan (foto panoramik dan periapikal, dan Computed tomography) untuk menentukan lokasi dan luasnya lesi
tersebut, dan hubungannya dengan anatomi sekitar. Pada pemeriksaan panoramik
dan CT memperlihatkan hubungan yang dekat antara tumor, sinus maksila dan akar
gigi molar kedua.
Setelah dilakukan pembedahan dan
ekstraksi gigi 27, spesimen tersebut diperiksa secara histopatologi. Secara
mikroskopis, tumor terdiri dari kombinasi jaringan gigi seperti email, dentin,
sementum, dan pulpa, bersamaan dengan beberapa sel-sel odontoblast, yang
membenarkan diagnosa tersebut ialah kompleks odontoma.
Kasus 3 : seorang pria berumur 27 tahun
dilaporkan untuk evaluasi pengambilan impaksi gigi insisif lateral bawah, untuk
alasan ortodontik. Ada riwayat osteogenesis imperfecta dan kesulitan bernafas
yang telah dilakukan pembedahan rhinoseptoplasty pada tahun 2003. Pasien
dilaporkan mengalami ketidaknyamanan pada lidah akibat erupsi gigi pada regio
32. Pemeriksaan klinis memperlihatkan erupsi gigi kecil pada bagian lingual,
seperti gigi konus supernumerary, antara 31 dan 33. Tidak ada inflamasi, nyeri
atau infeksi, eritema atau ulserasi pada mulut atau lidah. Pemeriksaan
pelengkap seperti panoramik dan periapikal untuk memeriksa regio tersebut,
memperlihatkan impaksi gigi 32 dan berhubungan dengan gambaran radiografi
antara 31 dan 33, dan menyebabkan divergensi dari akar. Diagnosis bandingnya
ialah fibroodontoma ameloblastik, odontoma, periferal osteoma dan gigi
supernumerari. Pengobatannya ialah dengan pembuanagn secara bedah gigi 32 dengan
reseksi biopsi lesi tersebut. Potongan tersebut terdiri dari 5 miniatur gigi,
dan pemeriksaan secara histopatologis memperlihatkan bahwa lesi tersebut ialah compound odontoma.
Gambar 3. A. penglihatan secara
intra oral yang memperlihatkan erupsi pada bagian lingual salh satu dentikel
sesuai dengan compound odontoma. B.
Foto periapikal yang memperlihatkan impaksi 32 apikal pada erupsi odontoma.
3. Diskusi
Odontoma merupakan
tumor odontogenik yang paling sering terjadi dalam patologi oral. Biasanya
asimtomatik dan merupakan penemuan yang tidak disengaja saat pemeriksaan rutin
radiologi, terutama pada usia 20-30 tahun-an. Beberapa tanda dan/ atau gejala
biasanya adalah terlambatnya erupsi gigi. Ada dua tipe odontoma; odontoma
kompleks dan compound odontoma yang
paling baru dua kali lebih sering daripada yang pertama. Odontoma compound
memperlihatkan predileksi bagian anterior maksila atas, sedangkan odontoma kompleks
biasanya ditemukan di region mandibula.
Terapi pilihan adalah pembedahan lesi di
setiap kasus, diikuti studi histopatologi untuk meyakinkan diagnosa.
Ini umumnya lesi dalam
tulang, walaupun pada kasus tertentu odontoma bisa tiba-tiba erupsi dalam
rongga mulut. Kasus pertama erupsi odontoma dijelaskan pada tahun 1980 oleh Rumel et al. dan sejak itu hanya terdapat
17 kasus yang terdokumentasi. Termasuk tiga pasien kami, 12 wanita (60%) dari
20 kasus seri global dan 7 laki-laki (35%). Pada satu kasus, usia dan jenis
kelamin pasien tidak dijelaskan. Rata-rata usia pasien 25,35 tahun, sehingga
menjelaskan preferensial lesi ini antara
dekade kedua dan ketiga
kehidupan.
Dari 20 kasus yang erupsi odontoma yang dilaporkan, 9 merupakan odontoma compund dan 11 merupakan odontoma kompleks. Lesi ini
biasanya asimtomatik, dan dalam
kebanyakan
kasus , terkait dengan
perubahan permanen
atau erupsi gigi sementara.
Insiden ini berkisar dari 41% menurut Katz dalam seri 396
odontomas sampai 87% menurut Tomizawa et al. Tiga kasus dalam penelitian kami, semua
menunjukkan erupsi
yang tertunda
, dan semua
odontoma terletak di koronal gigi
yang terkena. Impaksi dan / atau perubahan erupsi terjadi karena
odontoma yang
menghalangi
erupsi gigi.
Dari 17 erupsi odontoma yang tersisa sampai sekarang, 9 (12 secara
total; 60%) memperlihatkan hubungan gigi yang impaksi.
Tidak ada kesepakatan umum tentang penanganan terbaik untuk gigi impaksi
berhubungan
dengan odontoma.
Pilihan pengobatan terdiri dari ekstraksi bedah,
fenestrasi dan traksi ortodontik posterior,
atau observasi
sederhana dengan kontrol
klinis dan radiologis
secara
periodik, untuk mengevaluasi rangkaian gigi
ini. Pada
pasien pertama (kasus 1), lesi
ini dilakukan pembedahan, dengan reposisi
kecil gigi impaksi 46, yang setelah 8 bulan akhirnya
mencapai bidang oklusal tanpa membutuhkan traksi ortodontik.
Ini mungkin disebabkan oleh adanya
kapasitas erupsi dari gigi impaksi pada pasien muda. Pada pasien kedua kami (kasus
2) ekstraksi 27
terbukti
diperlukan,
karena berkontak
dengan odontoma
kompleks, dan
itu tidak mungkin untuk membiarkan
gigi selama operasi
pengangkatan tumor. Akhirnya,
di pasien ketiga kami (kasus
3), ekstraksi 32
dilakukan, karena terletak sangat dalam dari
bidang oklusal, dan terlebih lagi tidak ada cukup
ruang untuk mereposisi gigi dalam lengkung
gigi melalui relokasi
dan / atau bedah
ortodontik.
Dari 9 erupsi odontoma terkait dengan
gigi impaksi dilaporkan
dalam literatur, ekstraksi
gigi dilakukan di empat kasus. Dalam tiga kasus gigi dapat diposisikan
dalam lengkung gigi baik spontan atau melalui penestratsi dan traksi ortodontik posterior.
Perlakuan yang digunakan dalam dua kasus terakhir tidak diketahui. Pada sebuah studi
dari 42 odontomas terkait dengan gigi impaksi, ditemukan 44% dari gigi erupsi secara spontan
setelah odontoma diangkat. Sisa gigi
diperlukan
fenestration
untuk menyelesaikan erupsi ke dalam mulut. Hisatomi et al. melaporkan bahwa gigi impaksi cenderung erupsi, terlepas dari
tingkat pembentukan akar. Dengan demikian, pengobatan pilihan untuk impaksi gigi terkait
odontomas tampaknya dengan
pengangkatan lesi dengan membiarkan gigi yang impaksi. Pada giliranya yang terakhir
memerlukan tindak
lanjut klinis dan radiologis setidaknya satu tahun. Jika tidak
ada perubahan dalam posisi gigi selama periode ini, diindikasikan fenestration
diikuti
oleh traksi ortodontik. Ekstraksi harus dilakukan dalam kasus-kasus di mana gigi ektopik
atau heterotopic, dengan perubahan morfologi, atau adanya lesi kistik.
oleh traksi ortodontik. Ekstraksi harus dilakukan dalam kasus-kasus di mana gigi ektopik
atau heterotopic, dengan perubahan morfologi, atau adanya lesi kistik.
Terakhir, walaupun odontoma biasanya asimtomatik, erupsi
dalam rongga mulut dapat menimbulkan rasa sakit, inflamsi dan infeksi. Satu
dari tiga kasus asimtomatik, sedangkan dua lainya dilaporkan terdapat rasa
sakit, pembengkakan, dan iritasi lidah. Tanda dan gejala ini mirip dengan yang
dilaporkan pada erupsi odontoma. Pada beberapa kasus tercatat asimetri fasial,
halitosis, maloklusi, dan infeksi rekuren. Frrer
et al melaporkan kasus wanita usia 22 tahun dengan beberapa tahap infeksi
berhubungan dengan erupsi odontoma di maksila atas, dengan malaise, demam,
nyeri, inflamasi, dan supurasi. Diikuti pengobatan antibiotik spectrum luas
(amoxicillin dan asam clavulanic, cindamycin), dilakukan bedah reseksi odontoma
bersamaan dengan pengangkatan 27. Setelah itu, manifestasi klinis menghilang.
Berbeda dengan kebanyakan odontomas,
kasus di atas menunjukkan bahwa odontomas yang impaksi ke dalam rongga mulut dapat menimbulkan
kondisi yang sangat serius-terutama ketika adanya lesi overinfeksi.
Kesimpulanya, odontoma jarang erupsi ke dalam rongga mulut dan biasasnya
berhubungan dengan impaksi gigi. Disamping sifatnya yang jinak, akan tetapi,
erupsi ke dalam rongga mulut dapat menimbulkan rasa sakit, inflamasi, dan
infeksi. Perawatan pilihanya adalah pembedahan odontoma, diikuti analisis
histologis. Pada kasus odontoma terkait impaksi gigi, yang terakhir harus
dipertahankan sampai erupsi spontan, atau diindikasikan penestrasi alternatif
diikuti traksi ortodontik.
diadaptasi dari Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2009 Jun 1;14 (6)::E299-303
Gabriel Serra-Serra 1, Leonardo Berini-Aytés 2, Cosme Gay-Escoda 3
1 Resident of the Master of Oral Surgery and Implantology. University of Barcelona Dental School.
2 DDS, MD. Professor of Oral Surgery. Professor of the Master of Oral Surgery and Implantology. Dean of the University of
Barce lona Dental School.
3 DDS, MD, PhD. Chairman of Oral and Maxillofacial Surgery. Director of the Master of Oral Surgery and Implantology. University
of Barcelona Dental School. Oral and maxillofacial surgeon of the Teknon Medical Center, Barcelona (Spain)